Beranda | Artikel
Manhajus Salikin: Sujud Syukur
Minggu, 5 April 2020

Bagaimana cara sujud syukur? Apa saja yang dibaca? Apa sebab melakukan sujud syukur.

# Fikih Manhajus Salikin karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di

Kitab Shalat

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam kitabnya Manhajus Salikin,

وَكَذَلِكَ إِذَا تَجَدَّدَتْ لَهُ نِعْمَةٌ ، أَوْ اِنْدَفَعَتْ عَنْهُ نِقْمَةٌ : سَجَدَ ِللهِ شُكْرًا . وَحُكْمُ سُجُوْدُ الشُّكْرِ كَسُجُوْدِ التِّلاَوَةِ .

“Begitu pula ketika seseorang mendapatkan nikmat baru atau terselematkan dari suatu musibah, ia bersujud kepada Allah dalam rangka syukur. Hukum sujud syukur sama dengan hukum sujud tilawah.”

 

Dalil-dalil pendukung sujud syukur

Dalam hadits disebutkan,

عَنْ أَبِى بَكْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ.

Dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ketika beliau mendapatkan hal yang menggembirakan atau dikabarkan berita gembira, beliau tersungkur untuk sujud pada Allah Ta’ala. (HR. Abu Daud, no. 2774 dan Tirmidzi, no. 1578. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah sujud yang panjang, kemudian beliau mengangkat kepalanya, lantas beliau bersabda,

إِنَّ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَتَانِى فَبَشَّرَنِى فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ صَلَّيْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ سَلَّمَ عَلَيْكَ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَسَجَدْتُ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ شُكْراً

Sesungguhnya Jibril ‘alaihis salam baru saja mendatangiku lalu memberi kabar gembira padaku, Jibril berkata, “Allah berfirman: ‘Siapa yang bershalawat untukmu, maka Aku akan memberikan shalawat (ampunan) untuknya. Siapa yang memberikan salam kepadamu, maka Aku akan mengucapkan salam untuknya’. Ketika itu, aku lantas sujud kepada Allah sebagai tanda syukur.” (HR. Ahmad, 1:191 dan Al-Hakim, 1:735. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi).

Baca Juga: Meski Jauh, Shalawat Tetap Sampai pada Nabi

Dari Al-Bara’ bin ‘Aazib radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus Ali ke Yaman–lalu disebutkan kelengkapan haditsnya–, lalu Al-Bara’ mengatakan,

فَكَتَبَ عَلِىٌّ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِإِسْلاَمِهِمْ ، فَلَمَّا قَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْكِتَابَ خَرَّ سَاجِدًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ

“Ali menuliskan surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi keislaman mereka (penduduk Yaman). Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat tersebut, beliau tersungkur sujud.” (HR. Al-Baihaqi 2:404)

Dalil lainnya adalah hadits Ka’ab bin Malik bersyukur kepada Allah ketika menerima kabar gembira bahwa Allah menerima taubatnya. Hadits ini terdapat dalam riwayat Bukhari (53/2769).

 

Kapan sujud syukur dilakukan?

Dalam Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin (1:281-282) disebutkan, “Sujud syukur dan sujud tilawah sama-sama disyariatkan. Sujud syukur dipraktikkan ketika mendapatkan nikmat khusus atau nikmat umum pada kaum muslimin. Sujud syukur bukan dilakukan untuk nikmat yang terus menerus (dawam), tetapi berlaku untuk nikmat yang jarang-jarang didapat. Begitu pula sujud syukur disyariatkan ketika terselamatkan dari suatu musibah khusus ataupun musibah umum pada kaum muslimin. Contoh pengamalan sujud syukur adalah ketika baru saja mendapatkan buah hati yang dinanti-nanti, mendapatkan harta yang terus ditunggu, mendapatkan jabatan, atau mendapatkan pertolongan dari musuh. Sujud ini dilakukan dalam rangka bersyukur kepada Allah. Bacaan saat sujud syukur sama dengan bacaan saat sujud dalam shalat.”

 

Sujud syukur sama dengan sujud tilawah

Dalam Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin (1: 282) disebutkan, “Sujud syukur itu seperti sujud tilawah. Bedanya sujud syukur tidak disyariatkan di dalam shalat. Sebab dari sujud syukur tidak terkait dengan shalat, berbeda dengan sujud tilawah.”

 

Tata cara sujud syukur

Tata cara sujud syukur adalah seperti sujud tilawah, yaitu dengan sekali sujud. Ketika akan sujud, hendaklah dalam keadaan suci, menghadap kiblat, lalu bertakbir, kemudian melakukan sekali sujud. Bacaan yang dibaca sama bacaan ketika sujud dalam shalat. Kemudian setelah itu bertakbir kembali dan mengangkat kepala. Setelah sujud syukur, tidak ada lagi salam dan tidak ada lagi tasyahud.

 

Sujud syukur apakah disyaratkan bersuci dan menghadap kiblat?

Sujud syukur tidak disyaratkan untuk bersuci. Inilah pendapat ulama Malikiyyah, Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Asy-Syaukani, Ash-Shan’ani, Ibnu Baz, dan Ibnu ‘Utsaimin. Lihat Mulakhkhash fii Fiqh Al-‘Ibaadaat, hlm. 257.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyelisihi pendapat ulama madzhab. Beliau berpendapat bahwa sujud syukur tidak disyaratkan menghadap kiblat, juga tidak disyaratkan bersuci karena sujud syukur bukanlah shalat. Hal-hal tersebut hanyalah disunnahkan saja dan bukan syarat.

 

Referensi:

  1. Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Abu ‘Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Mulakhkhash fii Fiqh Al-‘Ibaadaat. Ad-Durar As-Saniyyah.
  3. Syarh Manhaj AsSalikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj.
  4. Shahih Fiqh As-Sunnah. Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Penerbit Al-Maktabah At-Taufiqiyah.

 

Baca Juga:


 

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/23833-manhajus-salikin-sujud-syukur.html